DIALOG MAHASISWA ANTI NARKOBA (GERMATIK) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN DENGAN TEMA “MAU DIBAWA KEMANA HUKUMAN MATI TERHADAP PENYALAHGUNA NARKOBA?”
- Published in Berita & Aktifitas
- Read 409 times
Dialog dengan tema “ MAU DIBAWA KEMANA HUKUMAN MATI TERHADAP PENYALAHGUNA NARKOBA? ” yang diadakan oleh Gerakan Mahasiswa Anti Narkoba (GERMATIK) Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar pada Kamis, 16 April 2015 di Gedung IPTEKS Lt.2 Universitas Hasanuddin dihadiri oleh Mahasiswa dari berbagai Universitas , pembicara sebagai Narasumber dari Dosen Fakultas Hukum Unhas, Guru Besar Fakultas Hukum Unhas, Kepala BNNP Sulsel dan Dir. Reskoba Polda Makassar.
Dir. Reskoba Polda Makassar sebagai narasumber pertama yang memaparkan tentang Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 yang mengatur tentang Narkoba . Mengenai hukuman mati , beliau setuju karena hal tersebut ada dalam Undang-undang dan mengenai pemakai yang direhabilitasi tetap dihukum karena tidak hilang keperdataan atas dirinya sebagai pengguna atau pemakai narkoba yang tertangkap pada saat orang tersebut sedang menggunakan narkoba.
DR.Amir Ilyas sebagai Narasumber kedua mewakili Prof. Muhadar , SH, MH (Guru Besar Fakultas Hukum UNHAS) membahas tentang Perspektif Hukum Pidana Positif terhadap Hukuman Mati dengan menyimpulkan bahwa Pengguna/pemakai narkoba yang memiliki uang saja yang direhabilitasi sedangkan yang miskin dihukum seberat-beratnya karena tidak bisa bermain dengan polisi, pengadilan, kejaksaan dan aparat hukum lainnya. Dan menambahkan bahwa dengan rehabilitasi itu tidak akan menimbulkan efek jera kepada pengguna /pemakai narkoba.
Kepala BNNP Sulsel , Bapak Agus Budiman Manalu membuka dialog dengan menekankan bahwa Pengguna/Pemakai adalah orang sakit, jadi harus direhabilitasi sedangkan pengedar Narkoba harus dihukum. Ini juga menanggapisecara langsung pernyataan narasumber kedua bapak DR. Amir Ilyas. Beliau menambahkan yang paling utama dalam menanggulangi masalah narkoba ini adalah Mind Set Masyarakat terhadap penyalah guna narkoba, dimana masyarakat belum mempunyai budaya merehabilitasi secara sukarela karena merasa bahwa keluarga yang kena narkoba adalah aib bagi mereka. Masyarakat juga masih belum berani melapor karena takut ditangkap, dan terakhir masyarakat masih berpendapat bahwa pemenjaraan akan memberikan efek jera. Rehabilitasi tujuannya adalah untuk meningkatkan Pemulihan Penyalahguna, Korban Penyalahguna dan Pecandu Narkoba dimana pecandu atau penyalahguna ini wajib menjalani secara medis dan sosial. Medis artinya dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri dan diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah dan terbagi lagi apakah pecandu ini bisa dirawat inap atau dirawat jalan setelah diasessmen oleh Tim Asessmen Terpadu (Tim Hukum dan Tim Medis). Sedangkan secara Sosial, mantan pecandu Narkotika diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional. Sebagai Narasumber yang keempat dan terakhir oleh Prof. Djuajir, SH, M.H (Guru Besar Fak. Hukum UNHAS) menyikapi dari sudut Perspektif Hukum Internasional terhadap hukuman mati dan HAM (Hak Asasi Manusia), beliau menyimpulkan bahwa kalau kita menjalankan Hukum Internasional kita, maka kita juga menjalankan Kedaulatan Rakyat. Hukum Internasional tidak melarang secara absolut sepanjang hal tersebut dikategorikan sebagai the Most of Human Rightsdan dituangkan dalam Undang-undang Internasional.
Dialog antara mahasiswa dengan narasumber berjalan cukup alot yang intinya bahwa semua narasumber sepakat bahwa Pengguna, Pecandu ataupun pemakai narkoba lebih baik di rehabilitasi sedangkan pengedar, produsen narkotika harus dihukum sesuai dengan peraturan perundang undangan di Indonesia. Tambahan dari pihak Kepolisian mengatakan bahwa sebenarnya ada klasifikasi untuk menentukan apakah seseorang itu di rehabilitasi atau diberi hukuman penjara. Apabila ditemukan barang bukti kurang dari 5 gram, maka mereka dimasukkan kedalam kategori pengguna. Dan mereka itu akan diberikan hukuman berupa proses rehabilitasi. Sedangkan apabila ditemukan barang bukti lebih dari 5 gram, akan dilaksanakan proses yang namanya Assesment. Assesmentterdiri dariAssesmenthukum dan kesehatan. Setelah dilaksanakan Assesment baru diputuskan untuk pemberian tindak pidananya. Perwakilan dari mahasiswa menanyakan bagaimana dengan Hukuman Mati yang selama ini selalu ditunda? Prof. Djuajir, SH, M.H menjawab bahwa dalam hal Hukuman Mati yang dilakukan oleh suatu negara, maka selalu dikaitkan dengan HAM dan ini sudah ditekankan didepan tadi selama tidak bertentangan dengan kejahatan yang menjadi the most of human rights, maka itu tidak bertentangan dengan HAM dan Hukum Internasional. Dialog diakhiri oleh Bapak Drs.Agus Budiman Manalu, SH sebagai Kepala BNNP Sulsel yang menekankan bahwa pelapor dan terlapor akan direhabilitasi setelah diasessment dan tidak akan ditangkap guna mendukung kegiatan 100.000 pecandu yang direhabilitasi dengan bantuan dari aparat hukum, pemerintah dan masyarakat untuk menekan angka pecandu/pemakai narkoba di Indonesia.