Salah satu persoalan besar yang tengah dihadapi bangsa Indonesia dan juga bangsa-bangsa lainnya di dunia saat ini adalah seputar maraknya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya (Psikotropika), yang semakin hari semakin mengkhawatirkan.
Saat ini, jutaan orang telah terjerumus ke dalam ‘lembah hitam’ narkoba. dan ribuan nyawa telah melayang karena jeratan ‘lingkaran setan’ bernama narkoba. Telah banyak keluarga yang hancur karenanya dan tidak sedikit pula generasi muda yang kehilangan masa depan karena perangkap ‘makhluk’ yang disebut narkoba ini.
Sejarah maraknya peredaran dan penyalahgunaan obat terlarang dapat ditelusuri ratusan tahun yang lalu dimana obat-obatan psychoactive digunakan untuk keperluan pengobatan keagamaan (religious) dan sebagai hiburan (recreational purpose). Dan pada akhir abad ke-19, dengan semakin berkembangnya ilmu kimia dan farmakologi masyarakat mulai mensintesakan berbagai zat yang sangat kuat dan bersifat amat addictive yang dapat mengakibatkan kecanduan seperti misalnya cocaine dan heroin.
Masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia merupakan masalah serius yang harus dicarikan jalan penyelesaiannya dengan segera. Banyak kasus yang menunjukkan betapa akibat dari masalah tersebut diatas telah menyebabkan banyak kerugian, baik materi maupun non materi. Banyak kejadian, seperti perceraian atau kesulitan lain bahkan kematian yang disebabkan oleh ketergantungan terhadap narkotika dan obat-obat terlarang.
Dampak fisik, psikis dan sosial berhubungan erat. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi obat pada waktunya) dan dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi (bahasa gaulnya sugest). Gejala fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua, mencuri, pemarah dan manipulatif.
ü Bahaya Bagi Remaja
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan remaja akan membentuk perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa. Karena itulah bila masa anak-anak dan remaja rusak karena narkoba, maka suram atau bahkan hancurlah masa depannya. Pada masa remaja, justru keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti trend dan gaya hidup, serta bersenang-senang besar sekali. Walaupun semua kecenderungan itu wajar-wajar saja, tetapi hal itu bisa juga memudahkan remaja untuk terdorong menyalahgunakan narkoba. Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah kelompok usia remaja.
Masalah menjadi lebih gawat lagi bila karena penggunaan narkoba, para remaja tertular dan menularkan HIV/AIDS di kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba melalui jarum suntik secara bergantian. Bangsa ini akan kehilangan remaja yang sangat banyak akibat penyalahgunaan narkoba dan merebaknya HIV/AIDS. Kehilangan remaja sama dengan kehilangan sumber daya manusia bagi bangsa.
ü Antara Mahasiswa dan narkoba
Memang tidak dapat kita pungkiri bahwa pilar mahasiswalah yang sukses menjemput bola emas yang digulirkan di era reformasi dengan mengalirkan nurani rakyat serta menghembuskan nafas segar di seluruh nusantara. Pilar ini mampu mengangkat semua yang terpuruk dan menjadikannya sebuah energi baru dalam semua sendi kehidupan bermasyarakat. Mahasiswa pun mendapat sambutan hangat dan simpati dari seluruh rakyat, dan bangsa ini pun masuk tercatat dalam sederetan bangsa-bangsa yang maju dan beradab di era reformasi.
Akan tetapi, jeda yang dialami dalam menikmati hasil perjuangannya belum tuntas, keburu pil pahit di telan. Nilai setitik, rusak susu sebelanga; Panas setahun dihapuskan hujan sehari. Mungkin ungkapan-ungkapan ini bisa dialamatkan kepada pilar ini, dengan asumsi bahwa ditengah rimbunnya gerakan sosial mahasiswa, ada sekian mahasiswa yang terhanyut dalam layanan NARKOBA (Narkotika dan Obat Terlarang). Apakah yang terlarut dalam larutan NAKOBA adalah betul-betul mahasiswa dengan identitas KPM (Kartu Pengenal Mahsiswa) yang jelas, atau mahasiswa gadungan yang demi kepentingan politik tertentu, menyangkut popularitas institusi pendidikan, kelompok (komunitas) dan individu sebagai insan kampus. Pada level ini sulit untuk diprediksi siapa mahasiswa yang sebenar terlibat dalam skandal NARKOBA ini.
Ketika popularitas dan akreditasi institusi tertentu yang unggul, kadang membuat pihak lain kebakaran jenggot untuk terlibat dalam proses pemberian label atau Stigma "Mahasiswa NARKOBA". Belum lagi, ketika proyeksi dan promosi untuk mendapatkan pangkat atau jabatan baru pada institusi tertentu, maka skenario penangkapan "Mahasiswa Narkoba" pun dilakukan, dan skandal lainnya. Walaupun, diakui bahwa satu dari antara sekian yang terlibat dalam gerakan-gerakan moral mahasiwa itu sebagai pemilik, penadah, pengedar atau pemakai. Sulit untuk kita pungkir bahwa hal ini benar terjadi. Tetapi, apakah ini menjadi ukuran untuk memberi label "Mahasiswa NARKOBA"?
Di manakah posisi mahasiswa dalam klasifikasi strata Narkoba dewasa ini? Apakah sebagai pengedar, pemakai, pemilik, atau penadah. Di satu pihak, mahasiswa tidak bekerja. Ia sepenuhnya hidup dari keringat orang tua, saudara, orang lain, atau orang tua asuh yang setiap saat menggajinya ala seorang pegawai negeri atau pegawai swasta. Di pihak lain, mahasiswa juga tidak memegang lesensi terhadap penyuplai biaya hidup selama berpredikat sebagai mahasiwa, sehingga kadang-kadang mencoba-coba segala sesuatu termasuk "NARKOBA". Mahasiswa bukanlah apa-apa, dia hanya bagian dari kehidupan sosial yang tergabung dalam kumpulan anak-anak terdidik dari berbagai golongan pendapatan orang tua yang berbeda. Posisi mahasiswa belum bisa ditentukan dan tidak tahu kapan akan berakhir, karena mereka belum memasuki kehidupan ekonomi yang sesungguhnya sebagai proses akhir dari belajar.
Kedudukan yang mengambang itu membuat mahasiswa menjadi sasaran empuk bagi semua pihak yang memiliki kepentingan dengan penyedia jasa layanan NARKOBA, baik sebagai pemilik, penadah, pengedar atau pemakai. Beragam pendapat yang akan muncul bila melihat kehidupan kaum terpelajar seperti ini.
Pilar mahasiswa yang getol mengkritisi berbagai fenomena yang timbul disekitarnya, kadang-kadang terbuai oleh penyedia jasa layanan NARKOBA. Organisasi mahasiswa ini sering impoten ketika berurusan dengan persoalan-persoalan seperti ini. Ketika bergerak maju, berhadapan dengan sesama aktivis mahasiswa, ketika bergerak mundur berhadapan dengan sesama aktivis dan masyarakat. Harus diakui bahwa dunia kampus bukanlah sebuah industri jasa yang menyediakan mahasiswanya sebagai pemilik, penadah, pengedar atau pemakai, namun rantai layanan NARKOBA ini telah masuk dan merajut dalam sendi-sendi pendidikan.
Pilar mahasiswa harus sanggup mengangkat semua persoalan menyangkut kepentingan rakyat secara umum dan harus terus diperkenalkan kepada kelompok mahasiswa di dalam kampus. Mahasiswa juga haruslah menjadi kelompok yang terdepan mempropagandakan dan melancarkan aksi-aksi massa pada setiap kesempatan, walau sekecil apapun, yang dapat dipergunakan untuk menunjukkan watak sejati dalam membendung bandar-bandar NARKOBA. Dan harus pula menjadi yang pertama untuk mempromosikan bahwa "Kampus Bebas Narkoba" kepada gerakan mahasiswa di kampus-kampus lain, dan mendorong terbentuknya satu penyatuan konsep di tingkatan yang lebih luas. Singkat kata, mahasiswa haruslah menjadi pelopor sejati dalam memberantas NARKOBA, dan bukan hanya sebagai penonton tanda kutip: "pemilik, penadah, pengedar atau pemakai".